Miyamoto Musashi adalah tokoh historis Jepang, hidup sekitar awal abad 17 di masa permulaan kekuasaan
Shogunat Tokugawa. Konon, bagi orang Jepang laki-laki ini begitu
memberikan arti. Dua kapal perang terbesar kekaisaran Jepang saat PD II
salah satunya dinamakan sesuai dengan namanya.
Musashi bukanlah
negarawan, keturunan bangsawan ataupun seorang jenderal kenamaan. Dia
sekedar pendekar pedang yang di separo akhir hidupnya kemudian mendalami
seni. Sebagai pendekar dia juga tidak mempunyai tuan (daimyo) tempat
mengabdi. Sebagian besar hidupnya dihabiskan dengan menjadi samurai
pengembara (shugyosha) yang menjelajahi seantero jepang dan tetap bebas
merdeka dengan menjadi ronin (samurai tak bertuan).
Namun sebagai pendekar pedang dia bukanlah pendekar kebanyakan. Sampai usia 30 dia telah melakukan sekitar 60 pertarungan dan tak sekalipun terkalahkan. Kemenangan pertama diperoleh di usia 13 tahun, dengan menewaskan seorang pendekar yang lebih tua. Ini sangat luar biasa mengingat dia tidak mempunyai guru formal yang mengajarinya bermain pedang. Padahal lawan bertarungnya adalah pendekar-pendekar terkenal yang berasal dari perguruan besar pula.
Namun sebagai pendekar pedang dia bukanlah pendekar kebanyakan. Sampai usia 30 dia telah melakukan sekitar 60 pertarungan dan tak sekalipun terkalahkan. Kemenangan pertama diperoleh di usia 13 tahun, dengan menewaskan seorang pendekar yang lebih tua. Ini sangat luar biasa mengingat dia tidak mempunyai guru formal yang mengajarinya bermain pedang. Padahal lawan bertarungnya adalah pendekar-pendekar terkenal yang berasal dari perguruan besar pula.
Setelah pertarungan itu Musashi mulai lebih sedikit
terlibat pertarungan, apalagi yang sampai membawa kematian lawannya.
Dia menjadi terfokus untuk mendalami semua seni. Di masa tuanya dia
dikenal sebagai seniman dengan banyak kebisaan. Melukis dengan tinta
india, kaligrafi, hingga membuat patung. Lagi-lagi seperti kemampuannya
bermain pedang, kematangan seninya pun diperolehnya dengan tanpa guru.
Di akhir hidupnya Musashi menulis buku yang kemudian menjadi master piecenya. Kitab tipis yang diberinya judul Kitab Lima Lingkaran,
yang tetap terkenal hingga sekarang. Buku ini berisi perenungannya
tentang Jalan Pedang dan berisi pemikiran tentang filosofi hidupnya.
Disebut Lima Lingkaran karena dia membagi bukunya menjadi lima bab: Bab
Tanah, Api, Air, Angin, dan Kehampaan.
Melihat
sepintas cerita hidupnya, barangkali inilah yang membuat pengaruh
Musashi begitu besar buat orang Jepang. Menilik dari asal-usul Musashi
bukanlah keturunan klan yang terkenal. Padahal di jaman feodal, klan
bisa berarti segalanya. Kemandirian dan kemerdekaannya juga membuat
banyak orang kagum. Tak pernah dia memiliki guru ataupun tuan
sebagaimana samurai kebanyakan pada waktu itu.
Ada satu cerita
menarik saat Musashi akan bertempur melawan Klan Yoshioka. Sebelum
pertempuran dia sempat masuk ke satu kuil dan berdoa memohon bantuan
para dewa. Beberapa waktu setelah berdoa, rasa malu kemudian melandanya.
Musashi berpendapat tak layak dia menggantungkan diri pada dewa. Meski
dia menghormari dewa-dewa tapi hanya dirinya sendiri lah yang seharusnya
diandalkan.
Ringkasnya Musashi adalah seorang yang mencapai
puncak karena self-made, tanpa koneksi atau keturunan. Dan pencapaian
itu dia bayar dengan tekad baja, kemandirian, kerja keras, disiplin, integritas dan ketekunan yang tiada tara.
Nilai-nilai
inilah yang tentu masih dianut kuat oleh orang Jepang. Melihat Musashi
membuat mereka seakan melihat diri mereka sendiri. Musashi adalah model
Jepang, figur dimana mereka ingin menjadi.
Akhirnya, Novel Musashi, karya Eiji Yoshikawa
bisa jadi awal yang baik buat mengenal tokoh ini, diterbitkan Gramedia.
Dengan tebal buku 1200an halaman, memang perlu keuletan buat
menyelesaikannya.[]