Perang Dunia I (juga dinamakan Perang Dunia Pertama, dan nama dalam
bahasa Inggris lainnya: Great War, War of the Nations, dan "War to End
All Wars" (Perang untuk Mengakhiri Semua Perang) adalah sebuah konflik
dunia yang berlangsung dari 1914 hingga 1918.Perang ini dimulai setelah
Pangeran Ferdinand dari Austria dibunuh anggota kelompok teroris Serbia,
Gavrilo Princip di Sarajevo.
Tidak pernah terjadi sebelumnya konflik sebesar ini, baik dari
jumlah tentara yang dikerahkan dan dilibatkan, maupun jumlah korbannya.
Senjata kimia digunakan untuk pertama kalinya, pemboman massal warga
sipil dari udara dilakukan, dan banyak dari pembunuhan massal berskala
besar pertama abad ini berlangsung saat perang ini. Empat dinasti,
Habsburg, Romanov, Ottoman dan Hohenzollern, yang mempunyai akar
kekuasaan hingga zaman Perang Salib, seluruhnya jatuh setelah perang.
Perang Dunia I menjadi saat pecahnya orde dunia lama, menandai
berakhirnya monarki absolutisme di Eropa. Ia juga menjadi pemicu
Revolusi Rusia, yang akan menginspirasi revolusi lainnya di negara
lainnya seperti Tiongkok dan Kuba, dan akan menjadi basis bagi Perang
Dingin antara Uni Soviet dan AS. Kekalahan Jerman dalam perang ini dan
kegagalan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang masih menggantung
yang telah menjadi sebab terjadinya Perang Dunia I akan menjadi dasar
kebangkitan Nazi, dan dengan itu pecahnya Perang Dunia II pada 1939. Ia
juga menjadi dasar bagi peperangan bentuk baru yang sangat bergantung
kepada teknologi, dan akan melibatkan non-militer dalam perang seperti
yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Latar belakang
1. Pembunuhan Pangeran Austria Franz Ferdinand oleh kelompok teroris Serbia, Gavrilo Princip di Sarajevo.
2. Persaingan merebut daerah sumber bahan baku, penanaman modal, dan daerah pemasaran.
3. Munculnya persekutuan / Blok persaingan politik antar negara-negara Eropa : Triple Alliance : Jerman, Austria, Italia, Triple Entente : Inggris, Perancis, Uni Soviet
1. Pembunuhan Pangeran Austria Franz Ferdinand oleh kelompok teroris Serbia, Gavrilo Princip di Sarajevo.
2. Persaingan merebut daerah sumber bahan baku, penanaman modal, dan daerah pemasaran.
3. Munculnya persekutuan / Blok persaingan politik antar negara-negara Eropa : Triple Alliance : Jerman, Austria, Italia, Triple Entente : Inggris, Perancis, Uni Soviet
Di Eropa abad ke-19, penjajahan tersebar luas. Kekuatan bangsa Eropa
seperti Inggris dan Prancis telah membangun kekuasaan penjajahan di
keempat penjuru dunia. Jerman, yang telah membangun kesatuan politiknya
lebih lama daripada negara-negara lain, bekerja keras untuk menjadi
pelopor dalam perlombaan ini.
Pada awal abad ke-20, hubungan yang didasarkan pada kepentingan telah
membagi Eropa menjadi dua kutub yang berlawanan. Inggris, Prancis, dan
Rusia berada di satu pihak, dan Jerman beserta Kekaisaran
Austria-Hungaria yang diperintah oleh keluarga Hapsburg asal Jerman
berada di pihak lainnya.
Ketegangan antara kedua kelompok ini semakin hari semakin meningkat,
hingga akhirnya suatu pembunuhan pada tahun 1914 menjadi pemicu perang.
Pangeran Franz Ferdinand, pewaris tahta Kekaisaran Austria-Hungaria,
dibunuh oleh kaum nasionalis Serbia yang berusaha menekan pengaruh
kekaisaran tersebut di daerah Balkan.
Dalam kurun waktu yang amat singkat, hasutan setelah peristiwa ini
menyeret seluruh benua Eropa ke dalam kancah peperangan. Pertama,
Austria-Hungaria menyatakan perang kepada Serbia. Rusia, sekutu abadi
bangsa Serbia kemudian menyatakan perang terhadap Austria-Hungaria.
Lalu satu demi satu, Jerman, Inggris, dan Prancis, memasuki peperangan. Sumbu sudah dinyalakan.
Bahkan sebelum perang dimulai, Dewan Jenderal Jerman telah membuat
rencana dan memutuskan untuk menguasai Prancis melalui serangan
mendadak. Untuk mencapai tujuan ini, orang-orang Jerman memasuki Belgia
dan kemudian melintasi perbatasan memasuki Prancis. Menanggapi dengan
cepat, pasukan Prancis menghentikan pasukan Jerman di tepi Sungai Marne
dan memulai suatu serangan balik.
Situasi sebuah parit perlindungan.
Perang Dunia menjadi terkenal dengan peperangan parit perindungannya,
di mana sejumlah besar tentara dibatasi geraknya di parit-parit
perlindungan dan hanya bisa bergerak sedikit karena pertahana yang
ketat. Ini terjadi khususnya terhadap Front Barat. Lebih dari 9 juta
jiwa meninggal di medan perang, dan hampir sebanyak itu juga jumlah
warga sipil yang meninggal akibat kekurangan makanan, kelaparan,
pembunuhan massal, dan terlibat secara tak sengaja dalam suatu
pertempuran.
Perang parit menjadi strategi utama Perang Dunia Pertama. Selama
beberapa tahun berikutnya, bisa dikatakan para serdadu hidup dalam
parit-parit ini. Kehidupan di sana benar-benar sulit. Para prajurit
hidup dalam ancaman terus-menerus dibom, dan mereka tak henti-hentinya
menghadapi ketakutan dan ketegangan yang luar biasa. Mayat mereka yang
telah tewas terpaksa dibiarkan di tempat-tempat ini, dan para serdadu
harus tidur di samping mayat-mayat tersebut. Bila turun hujan,
parit-parit itu dibanjiri lumpur.
Lebih dari 20 juta serdadu yang bertempur di Perang Dunia I mengalami
keadaan yang mengerikan di dalam parit-parit ini, dan sebagian besar
meninggal di sana. Dalam beberapa minggu setelah dimulai oleh serangan
Jerman pada tahun 1914, garis barat perang ini sebenarnya terpaku di
jalan buntu. Para serdadu yang bersembunyi di parit-parit ini terjebak
dalam jarak yang hanya beberapa ratus meter jauhnya satu sama lain.
Setiap serangan yang dilancarkan sebagai upaya mengakhiri kebuntuan ini
malah menelan korban jiwa yang lebih banyak.
Strategi Jerman
Di awal tahun 1916, Jerman mengembangkan rencana baru untuk mendobrak
garis barat. Rencana mereka adalah secara mendadak menyerang kota
Verdun, yang dianggap sebagai kebanggaan orang Prancis. Tujuan
penyerangan ini bukanlah memenangkan perang, melainkan menimbulkan
kerugian yang besar di pihak Tentara Prancis sehingga melemahkan
perlawanan mereka. Kepala staf Jerman Falkenhayn memperkirakan bahwa
setiap satu serdadu Jerman saja dapat membunuh tiga orang serdadu
Prancis.
Serangan dimulai pada tanggal 21 Febuari. Para pemimpin Jerman
memerintahkan serdadunya untuk "keluar dari parit mereka," namun tiap
serdadu yang melakukannya justru telah tewas atau sekarat dalam sekitar
tiga menit. Meskipun penyerangan berlangsung tanpa henti selama
berbulan-bulan, Jerman gagal menduduki Verdun.
Secara keseluruhan, kedua pihak kehilangan sekitar satu juta serdadu.
Dan dengan pengorbanan itu, garis depan hanya berhasil maju sekitar 12
kilometer. Satu juta orang mati demi selusin kilometer.
Balasan Inggris
Inggris membalas serangan Jerman di Verdun dengan Pertempuran Somme.
Pabrik-pabrik di Inggris membuat ratusan ribu selongsong meriam.
Rencana Jendral Douglas Haig mendorong Pasukan Inggris untuk
menghujani dengan pengeboman terus-menerus selama seminggu penuh, yang
diikuti dengan serangan infanteri. Dia yakin mereka akan maju sejauh 14
kilometer di hari pertama saja dan kemudian menghancurkan semua garis
pertahanan Jerman dalam satu minggu.
Serangan dimulai pada tanggal 1 Juni. Pasukan meriam Inggris
menggempur pertahanan Jerman selama seminggu tanpa henti. Di akhir
minggu tersebut, para perwira Inggris memerintahkan serdadunya memanjat
keluar dari parit. Namun, selama pengeboman tersebut para serdadu Jerman
berlindung dengan rapat di kedalaman parit persembunyian mereka
sehingga tidak terlumpuhkan dan menggagalkan rencana Inggris. Begitu
serdadu Inggris bergerak melintasi garis depan, serdadu Jerman muncul
menyerang mereka dengan senapan mesinnya. Sejumlah total 20.000 serdadu
Inggris tewas dalam beberapa jam pertama perang tersebut. Di dalam
kegelapan malam itu, daerah di antara dua garis pertempuran penuh dengan
puluhan ribu mayat dan juga serdadu yang terluka, yang mencoba
merangkak mundur.
Pertempuran Somme tidak berlangsung dua minggu seperti yang
direncanakan Jendral Haig, melainkan lima bulan. Bulan-bulan ini tidak
lebih daripada pembantaian. Para jendral bertubi-tubi mengirimkan
gelombang demi gelombang serdadu mereka menuju kematian yang telah
pasti. Di akhir pertempuran, kedua belah pihak secara keseluruhan telah
kehilangan 900.000 prajuritnya. Dan untuk ini, garis depan bergeser
hanya 11 kilometer. Para serdadu ini dikorbankan demi 11 kilometer saja.
Jumlah Korban
* Belgia: 13.700
* Kekaisaran Britania: 908.000
o Australia: 60.000
o Kanada: 55.000
o India: 25.000
o Selandia Baru: 16.000
o Afrika Selatan: 7.000
o Inggris: 715.000
* Perancis: 1.354.000
* Yunani: 5.000
* Italia: 650.000
* Jepang: 300
* Rumania: 336.000
* Rusia: 1.700.000
* Serbia: 450.000
* AS: 50.600
* Yunani: 5.000
* Italia: 650.000
* Jepang: 300
* Rumania: 336.000
* Rusia: 1.700.000
* Serbia: 450.000
* AS: 50.600
Kekuatan As ( Axis Powers ): 3.382.500
* Austria-Hungaria: 1.200.000
* Bulgaria: 87.500
* Jerman: 1.770.000
* Kerajaan Ottoman: 325.000
* Austria-Hungaria: 1.200.000
* Bulgaria: 87.500
* Jerman: 1.770.000
* Kerajaan Ottoman: 325.000
Warga sipil: 6.493.000
* Austria: 300.000
* Belgia: 30.000
* Inggris: 31.000
* Bulgaria: 275.000
* Perancis: 40.000
* Jerman: 760.000
* Yunani: 132.000
* Rumania: 275.000
* Rusia: 3.000.000
* Serbia: 650.000
* Kerajaan Ottoman: 1.000.000
* Austria: 300.000
* Belgia: 30.000
* Inggris: 31.000
* Bulgaria: 275.000
* Perancis: 40.000
* Jerman: 760.000
* Yunani: 132.000
* Rumania: 275.000
* Rusia: 3.000.000
* Serbia: 650.000
* Kerajaan Ottoman: 1.000.000
Kedua belah pihak melakukan lebih banyak serangan lagi selama Perang
Dunia I, dan setiap serangan ini menjadi pembantaian diri sendiri. Di
kota Ipres di Belgia saja, berlangsung tiga pertempuran. Setengah juta
serdadu tewas di pertempuran ketiga saja. Setiap serangan berakibat
sama: Ribuan nyawa melayang hanya untuk maju beberapa kilometer.
Peperangan yang mengerikan ini, yang tidak punya alasan kuat, menelan
nyawa orang tak bersalah yang tak terhitung banyaknya. Banyak orang
kehilangan saudaranya atau harus meninggalkan rumahnya.
Akhir perang
Kekalahan Jerman di Front Barat mengakibatkan kehidupan rakyat semakin bertambah susah. Keadaan Jerman seperti ini menimbulkan gerakan dari kaum komunis (spartacis) yang hendak menggulingkan pemerintahan. Jerman menghadapi serangan dua kali yaitu dari pihak sekutu dan pemberontakan dari kaum komunis. Karena serangan itu Jerman terpaksa menyerah pada tahun 1918. Hitler menamakan gerakan spartacis itu sebagai tusukan pisau dari belakang punggung Jerman, yang menyebabkan Kaisar Wilhelm II turun takhta dan pemerintahan dipegang oleh Elbert (beraliran sosialis). Akhirnya, Jerman dijadikan republik dan selanjutnya menyerah kepada pihak sekutu.
Kekalahan Jerman di Front Barat mengakibatkan kehidupan rakyat semakin bertambah susah. Keadaan Jerman seperti ini menimbulkan gerakan dari kaum komunis (spartacis) yang hendak menggulingkan pemerintahan. Jerman menghadapi serangan dua kali yaitu dari pihak sekutu dan pemberontakan dari kaum komunis. Karena serangan itu Jerman terpaksa menyerah pada tahun 1918. Hitler menamakan gerakan spartacis itu sebagai tusukan pisau dari belakang punggung Jerman, yang menyebabkan Kaisar Wilhelm II turun takhta dan pemerintahan dipegang oleh Elbert (beraliran sosialis). Akhirnya, Jerman dijadikan republik dan selanjutnya menyerah kepada pihak sekutu.
Sementara itu di Austria timbul pemberontakan-pemberontakan yang
dilakukan oleh kaum komunis dan kaum Slavia, yang mengakibatkan Kaisar
Karl (pengganti Kaisar Frans Joseph II) terpaksa turun takhta tahun 1918
sehingga Austria-Hongaria menjadi republik.
Setelah Perang Dunia I berakhir, baik negara-negara yang menang perang maupun yang kalah perang sibuk mengadakan perjanjian-perjanjian damai seperti : Perjanjian Versailles, Perjanjian St.Germain, Perjanjian Neuilly, Perjanjian Trianon, dan Perjanjian Sevres.
Setelah Perang Dunia I berakhir, baik negara-negara yang menang perang maupun yang kalah perang sibuk mengadakan perjanjian-perjanjian damai seperti : Perjanjian Versailles, Perjanjian St.Germain, Perjanjian Neuilly, Perjanjian Trianon, dan Perjanjian Sevres.
Pada tahun 1918, Perang Dunia I akhirnya berakhir, setelah empat
tahun serangan tanpa guna di tangan tentara Jerman, Prancis, dan
Inggris. Namun perdamaian ini, yang dinyatakan pada jam 11 pagi, hari
kesebelas dari bulan kesebelas, tidak membawa kebahagiaan untuk siapa
pun. Ratusan ribu serdadu menjadi cacat. Sebagian lainnya terbukti tidak
mampu mengatasi dampak kejiwaan karena perang setelah tinggal di dalam
parit yang penuh dengan lumpur, kotoran, dan mayat. Bentuk trauma yang
dikenal sebagai “shell shock” atau “kejutan bom” sangat umum di antara
para veteran perang, dan hal ini menyebabkan penderitanya mengalami
serangan ketakutan dan goncangan yang berat. Rasa takut akan dibom, yang
mereka alami setiap hari selama empat tahun berturut-turut, telah
terukir di benak mereka. Ada beberapa penderita yang merasa harus segera
bersembunyi hanya karena kata ‘bom’ disebutkan. Beberapa veteran bahkan
merasa ngeri setiap kali mereka melihat seragam. Puluhan ribu serdadu
juga kehilangan satu atau lebih anggota badannya dalam perang ini.
Serdadu ini adalah tentara yang mata, dagu, atau hidungnya menjadi cacat
selama pengeboman, sehingga topeng khusus diciptakan di Eropa untuk
menyembunyikan wajah mereka yang cacat.
Hanya berlaku disatu tempat.
Hanya berlaku disatu tempat.
Derita yang parah akibat Perang Dunia I juga tercermin di dalam karya
seni. Hasil karya sesudah perang menggambarkan kesakitan dan penyakit
jiwa. Karya-karya ini tidak hanya mencerminkan keadaan jiwa sang
seniman, namun juga keadaan jiwa seluruh generasi tersebut. Generasi
yang merasakan akibat kesengsaraan perang yang sangat mendalam ini
kemudian dijuluki "Generasi yang Hilang."